Sabtu, 09 April 2016

Keutamaan Bulan Rajab



Rajab adalah termasuk salah satu bulan yang dimuliakan Allah dari empat bulan yang lain. "Keempat bulan tersebut adalah Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharaam serta Rajab," Rasulullah mencontohkan, saat memasuki bulan Rajab beliau membaca:


اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ



Allâhumma bârik lanâ fî rajaba wasya‘bâna waballighnâ ramadlânâ



“Duhai Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan bulan Sya’ban dan pertemukanlah kami dengan bulan Ramadlan.” (Lihat Muhyiddin Abi Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Adzkâr, Penerbit Darul Hadits, Kairo, Mesir)



Selain berdzikir dan berdoa, pada bulan Rajab umat Islam juga dianjurkan untuk puasa sebanyak-banyaknya, sebagaimana juga pada bulan-bulan haram lainnya. Sebutan sebagai bulan haram merujuk sejarah dilarangnya umat Islam mengadakan peperangan pada bulan-bulan itu.
Karena begitu mulia keberadaan bulan Rajab ini, maka sebagian ulama memotivasi untuk memperbanyak ibdah. "Ibadah yang dianjurkan bisa berupa dzikir, shalat, puasa dan amal lainnya," katanya sembari mengutip keterangan di kitab Durratun Nasihin.


Dari berbagai sumber hadits yang ada, hampir semuanya menjelaskan tentang keutamaan dan janji pahala puasa Rajab. Kendati ada sejumlah ulama yang mempermasalahkan hadits tersebut, bukan berarti mengemalkan puasa Rajab dilarang, apalagi dianggap sebagai bid'ah. Untuk itu, orang yang merasa sudah dalam posisi benar harus dapat menerima bahwa dirinya bisa jadi dalam posisi yang salah. Begitupula orang yang dinilai salah bisa jadi dalam posisi yang benar. Perlu kita ingat bersama bahwa Rahmat Kasih sayang Allah SWT sangatlah luas dan mempersilahkan kita untuk berada disemua wilayah rahmatNya. Lantas mengapa perlu dipersempit lagi rahmatNya?

Barangkali perlu kita ingat kembali bahwa, bahwa diantara kaidah agama Islam yang tidak ada perbedaan antara ulama' adalah: bahwa prinsip dasar dalam hukum atas persoalan yang berbeda terdapat hukum yang berbeda pula. Bisa jadi suatu perkara mubah beralih menjadi haram lantaran ditempuh dengan jalan haram, begitupula perkara mubah bisa menjadi mandub bahkan wajib ketika wasilah perkara tersebut adalah perkara mandub atau wajib. Semua perkara -yang belum disinggung secara jelas dalam alQur'an dan asSunnah- dihukumi sesuai dengan jalan atau wasilah yang berkaitan dengan persoalan tersebut.
Ketika seseorang beramal dalam satu perkara dan tidak terdapat hukum di dalam syari'at mengenai nash qoth'i atas amalan tersebut, maka kita lihat kembali wasilah dan ghoyah (hasil akhir) atas amal tersebut. Ketika hasil akhirnya adalah bertentangan dengan syari'at; yakni terdapat ma'shiyat, mengandung kemungkaran, maka perkara mubah menjadi harom. Adapun ketika kita pandang suatu amalan baru yang belum dikenal baik dizaman shohabat atau tabi'in dan generasi setelahnya, namun setelah kita menyaksikan dan memandangnya menghasilkan perkara yang positif, didalamnya terkandung perkara yang diridloi oleh Allah SWT baik terkait dengan perkara mandub atau wajib, maka perkara mubah tersebut akan berubah menjadi sunnah atau wajib. Pengambilan hukum seperti itu telah disepakati oleh para Ulama' semuanya sebagaimana yang telah dibahas dalam perkara adDzaro'i'. Terlebih puasa di bulan mulia Rajab, selain memiliki dalil yang kuat berupa nash sunnah, juga telah menjadi amalan turun menurun dari ulama' salaf.
Daripada itu, seyogyanya ketika kita melihat apa yang dilakukan oleh masyarakat baik dari amalan atau aktifitas mereka yang berbeda-beda, maka yang kita kedepankan adalah melihat hasil akhir atas aktifitas mereka. Apakah hasil akhir amalan tersebut sesuai dengan warna keta'atan atau warna kema'shiyatan?
Selamat berpuasa di bulan mulia Rajab. Semoga kita semua diberi keberkahan di bulan mulia ini, dan diberi keberkahan umur dapat berjumpa dengan bulan Ramadhan. Amien. Wallahu Warosuluh a'lam.

Sumber : www.nu.or.id

Kamis, 07 April 2016

PAC IPNU IPPNU Jatilawang Gelar Latihan Instruktur Makesta




Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama kecamatan Jatilawang Banyumas Jawa Tengah, di MTs Ma'arif NU 1 Jatilawang mengadakan pendidikan dan pelatihan demi melahirkan instruktur kaderisasi tingkat dasar makesta.

Selama dua hari pada Sabtu-Minggu 2-3 April 2016, mereka dilatih oleh narasumber yang terdiri atas pembina dan alumni PAC IPNU-IPPNU Jatilawang. Mereka dilatih untuk menjadi instruktur andal, kreatif dan
berwawasan luas.

Pembina IPNU Jatilawang Rekan Unwanus Sidik mengatakan, “Kita sebagai generasi muda NU masa depan, harus bisa tampil di hadapan masyarakat banyak, dan mengader diri sendiri dan orang lain.”


Mereka menerima materi ideologi aswaja NU, sistematika ta’aruf, trik dan cara-cara dekati peserta saat makesta serta Alur Makesta oleh rekan Rofik Kamilun selaku pembina ( PAC IPNU Jatilawang 2006). Mereka
juga dilatih keinstrukturan, metodologi dan manajemen pelatihan Oleh Rekan Ahmad Tursino Zein (PAC IPNU Jatilawang 2008), di lanjutkan sholat subuh berjamaah dan Tadarus Al-Qur'an yang di pimpin oleh Rekan A. Ainun Najib (Wakil Ketua IPNU Jatilawang). Kemudian ditutup dengan penyegaran senam pagi di sela padatnya jadwal acara oleh Bripka Kuswanto, S. H (PAC IPNU Jatilawang 2004)


Peserta sejumlah 67 terdiri dari  para pengurus harian ranting IPNU dan IPPNU sekecamatan Jatilawang. Selain mereka, peserta juga terdiri dari PAC IPNU IPPNU Rawalo.

Dalam sambutan pembukaan, Ketua PAC IPNU Jatilawang Rekan Imam Edi Saputra mengatakan acara Latihan Instruktur ini dilaksanakan untuk menyiapkan Tim Instruktur yang handal dalam acara Makesta Komisariat
IPNU IPPNU MTs Ma'arif NU 1 Jatilawang 23 April mendatang yang pesertanya di perkirakan sampai 324 peserta."Untuk itu kami harus menyiapkan tim yang handal serta berkompeten dalam menghadapi makesta tersebut".

Minggu, 05 Mei 2013

Sejarah IPNU - IPPNU


Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (disingkat IPNU) adalah badan otonom Nahldlatul Ulama yang berfungsi membantu melaksanakan kebijakan NU pada segmen pelajar dan santri putra. IPNU didirikan di Semarang pada tanggal 20 Jumadil Akhir 1373 H/ 24 Pebruari 1954, yaitu pada Konbes LP Ma’arif NU. Pendiri IPNU adalah M. Shufyan Cholil (mahasiswa UGM), H. Musthafa (Solo), dan Abdul Ghony Farida (Semarang).
Ketua Umum Pertama IPNU adalah M. Tholhah Mansoer yang terpilih dalam Konferensi Segi Lima yang diselenggarakan di Solo pada 30 April-1 Mei 1954 dengan melibatkan perwakilan dari Yogyakarta, Semarang, Solo, Jombang, dan Kediri.
Pada tahun 1988, sebagai implikasi dari tekanan rezim Orde Baru, IPNU mengubah kepanjangannya menjadi Ikatan Putra Nahdlatul Ulama. Sejak saat itu, segmen garapan IPNU meluas pada komunitas remaja pada umumnya. Pada Kongres XIV di Surabaya pada tahun 2003, IPNU kembali mengubah kepanjangannya menjadi “Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama”. Sejak saat itu babak baru IPNU dimulai. Dengan keputusan itu, IPNU bertekad mengembalikan basisnya di sekolah dan pesantren.
Visi IPNU adalah terbentuknya pelajar bangsa yang bertaqwa kepada Allah SWT, berilmu, berakhlak mulia dan berwawasan kebangsaan serta bertanggungjawab atas tegak dan terlaksananya syari’at Islam menurut faham ahlussunnah wal jama’ah  yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Kini IPNU telah memiliki 33 Pimpinan Wilayah di tingat provinsi dan 374 Pimpinan Cabang di tingkat kabupaten/kota. Sampai dengan tahun 2008, anggota IPNU telah mencapai lebih dari 2 juta pelajar santri yang telah tersebar di seluruh Indonesia.
Lain IPNU,lain juga IPPNU yang merupakan wadah aspirasi remaja putri NU.  
Sejarah kelahiran IPPNU dimulai dari perbincangan ringan oleh beberapa remaja putri yang sedang menuntut ilmu di Sekolah Guru Agama (SGA) Surakarta, tentang keputusan Muktamar NU ke-20 di Surakarta. Maka perlu adanya organisasi pelajar di kalangan Nahdliyat. Hasil obrolan ini kemudian dibawa ke kalangan NU, terutama Muslimat NU, Fatayat NU, GP. Ansor, IPNU dan Banom NU lainnya untuk membentuk tim resolusi IPNU putri pada kongres I IPNU yang akan diadakan di Malang. Selanjutnya disepakati bahwa peserta putri yang akan hadir di Malang dinamakan IPNU putri.
Dalam suasana kongres, yang dilaksanakan pada tanggal 28 Februari – 5 Maret 1955, ternyata keberadaan IPNU putri masih diperdebatkan secara alot. Rencana semula yang menyatakan bahwa keberadaan IPNU putri secara administratif menjadi departemen dalam organisasi IPNU. Namun, hasil pembicaraan dengan pengurus teras PP IPNU telah membentuk semacam kesan eksklusifitas IPNU hanya untuk pelajar putra. Melihat hasil tersebut, pada hari kedua kongres, peserta putri yang terdiri dari lima utusan daerah (Yogyakarta, Surakarta, Malang, Lumajang dan Kediri) terus melakukan konsultasi dengan jajaran teras Badan Otonom NU yang menangani pembinaan organisasi pelajar yakni PB Ma’arif (KH. Syukri Ghozali) dan PP Muslimat (Mahmudah Mawardi). Dari pembicaraan tersebut menghasilkan beberapa keputusan yakni:
  1. Pembentukan organisasi IPNU putri secara organisatoris dan secara administratif terpisah dari IPNU
  2. Tanggal 2 Maret 1955 M/ 8 Rajab 1374 H dideklarasikan sebagai hari kelahiran IPNU putri.
  3. Untuk menjalankan roda organisasi dan upaya pembentukan-pembentukan cabang selanjutnya ditetapkan sebagai ketua yaitu Umroh Mahfudhoh dan sekretaris Syamsiyah Mutholib.
  4. PP IPNU putri berkedudukan di Surakarta, Jawa Tengah.
  5. Memberitahukan dan memohon pengesahan resolusi pendirian IPNU putri kepada PB Ma’arif NU. Selanjutnya PB Ma’arif NU menyetujui dan mengesahkan IPNU putri menjadi Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU).
Dalam perjalanan selanjutnya, IPPNU telah mengalami pasang surut organisasi dan Khususnya di tahun 1985, ketika pemerintah mulai memberllakukan UU No. 08 tahun 1985 tentang keormasan khusus organisasi pelajar adalah OSIS, sedangkan organisasi lain seperti IPNU-IPPNU, IRM dan lainnya tidak diijinkan untuk memasuki lingkungan sekolah. Oleh karena itu, pada Kongres IPPNU IX di Jombang tahun 1987, secara singkat telah mempersiapkan perubahan asas organisasi dan IPPNU yang kepanjangannya “Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama” berubah menjadi “Ikatan Putri-Putri Nahdlatul Ulama”.
Keinginan untuk kembali ke basis semula yakni pelajar demikian kuat, sehingga pada kongres XII IPPNU di Makasar tanggal 22-25 Maret tahun 2000 mendeklarasikan bahwa IPPNU akan dikembalikan ke basis pelajar dan penguatan wacana gender.
Namun, pengembalian ke basis pelajar saja dirasa masih kurang. Sehingga pada Kongres ke XIII IPPNU di Surabaya tanggal 18-23 Juni 2003, IPPNU tidak hanya mendeklarasikan kembali ke basis pelajar tetapi juga kembali ke nama semula yakni“Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama”. Dengan perubahan akronim ini, IPPNU harus menunjukkan komitmennya untuk memberikan kontribusi pembangunan SDM generasi muda utamanya di kalangan pelajar putri dengan jenjang usia 12-30 tahun dan tidak terlibat pada kepentingan politik praktis yang bisa membelenggu gerak organisasi.